Lebih dari Sekadar Bahagia: Mengapa Hidup Penuh Tujuan Bisa Menjadi "Obat" Terbaik untuk Mencegah Demensia
Studi UC Davis pada 13.000 orang mengungkap hidup penuh tujuan kurangi risiko demensia hingga 28%. Temukan cara sederhana melatih resiliensi otak di sini.
Pernahkah kamu terbangun di pagi hari dan bertanya pada diri sendiri, "Sebenarnya, apa sih yang bikin gue semangat bangun hari ini?"
Mungkin terdengar klise atau seperti kutipan motivasi di Instagram, tapi pertanyaan sederhana ini ternyata punya dampak yang jauh lebih besar daripada sekadar membuat hati senang. Bagi kita yang sudah memasuki usia kepala empat atau lebih, pertanyaan tentang "tujuan hidup" bukan lagi soal pencarian jati diri ala remaja, tapi soal investasi kesehatan otak jangka panjang.
Kita sering mendengar tentang Blue Zones—wilayah-wilayah istimewa di dunia seperti Okinawa atau Sardinia di mana penduduknya berumur sangat panjang. Rahasia mereka bukan cuma makanan sehat, tapi mereka punya tujuan hidup yang kuat.
Nah, kabar terbarunya, sebuah riset dari UC Davis membawa temuan yang lebih spesifik dan, jujur saja, cukup melegakan. Ternyata, memiliki sense of purpose atau tujuan hidup tidak hanya bikin panjang umur, tapi juga bisa melindungi otak kita dari hantu yang paling ditakuti saat menua: demensia.
Mari kita bedah riset ini sambil ngopi santai.
DAFTAR ISI
- Studi Masif Selama 15 Tahun: Bukti Bahwa Hati yang "Penuh" Melindungi Otak
- Otak yang Tangguh: Resiliensi di Usia Senja
- Apa Itu "Tujuan Hidup"? (Menemukan Ikigai Kamu)
- Obat Gratis vs Obat Mahal: Sebuah Perbandingan Realistis
- Bagaimana Mereka Mengukurnya? (Sedikit Teknis tapi Penting)
- Kita Bisa "Berpikir" untuk Menjadi Lebih Sehat
Studi Masif Selama 15 Tahun: Bukti Bahwa Hati yang "Penuh" Melindungi Otak
Ini bukan studi kaleng-kaleng yang cuma melibatkan segelintir orang dalam waktu seminggu. Studi baru yang diterbitkan dalam The American Journal of Geriatric Psychiatry ini mengikuti perjalanan hidup lebih dari 13.000 orang dewasa berusia 45 tahun ke atas. Durasi pemantauannya pun tidak main-main: hingga 15 tahun.
Apa yang para peneliti temukan?
Hasilnya cukup mencengangkan. Orang-orang yang melaporkan memiliki rasa tujuan hidup yang lebih tinggi ternyata memiliki risiko 28% lebih rendah untuk mengalami penurunan fungsi kognitif. Ini mencakup segala hal, mulai dari gangguan kognitif ringan (sering lupa, sulit fokus) hingga demensia yang lebih berat.
Angka 28% itu signifikan, teman-teman.
Yang membuat temuan ini makin keren adalah efek perlindungannya berlaku secara universal. Tidak peduli apa ras atau etnis kamu, purpose tetap bekerja sebagai pelindung otak. Bahkan—dan ini bagian paling menariknya—efek ini tetap kuat meskipun para peneliti sudah memperhitungkan faktor pendidikan, tingkat depresi, hingga gen APOE4 (gen yang dikenal sebagai faktor risiko utama penyakit Alzheimer).
Jadi, meskipun kamu mungkin punya riwayat keluarga atau genetik Alzheimer, memiliki tujuan hidup bisa menjadi tameng tambahan yang memperlambat kemunculannya.
Otak yang Tangguh: Resiliensi di Usia Senja
Aliza Wingo, profesor di Departemen Psikiatri dan Ilmu Perilaku UC Davis sekaligus penulis senior studi ini, mengatakan sesuatu yang sangat powerful:
"Temuan kami menunjukkan bahwa memiliki tujuan hidup membantu otak tetap tangguh (resilient) seiring bertambahnya usia."
Bayangkan otak kita seperti otot. Tujuan hidup adalah latihan beban yang membuatnya tetap kencang dan kuat melawan atrofi. Bahkan bagi mereka yang secara genetik rentan terhadap Alzheimer, mereka yang punya tujuan hidup cenderung mengalami gejala demensia lebih lambat dibandingkan mereka yang merasa hidupnya hampa.
Ini memberi kita harapan bahwa genetik bukanlah vonis akhir. Gaya hidup dan pola pikir kita memegang kendali setir yang cukup besar.
-
Kembangkan aplikasi online lebih cepat dengan bantuan AI—mulai disini
-
Pembuatan Aplikasi Berbasis Web Sistem Manajemen Sekolah
-
Jasa Pembuatan Aplikasi Smartphone (Gawai) Android OS
-
Jasa Backlink DoFollow Berkualitas Dari Berbagai Topik
-
Jasa Renovasi/Perombakan Tampilan Situs Web Dinamis dan Statis
Apa Itu "Tujuan Hidup"? (Menemukan Ikigai Kamu)

Gambar: Momen hangat kebersamaan antara lansia dan anak kecil, menunjukkan pentingnya koneksi sosial sebagai salah satu pilar tujuan hidup
Di dalam studi tersebut, para partisipan sebenarnya tidak ditanya secara spesifik kegiatan apa yang mereka lakukan. Namun, berdasarkan riset-riset sebelumnya tentang penuaan sehat, kita tahu bahwa ini sangat erat kaitannya dengan konsep Jepang yang disebut Ikigai—alasan untuk bangun di pagi hari.
Mungkin kamu bertanya, "Duh, gue udah pensiun, gue nggak punya karir lagi. Terus tujuan hidup gue apa?"
Tenang. Tujuan hidup di sini tidak harus berarti jabatan CEO atau memenangkan penghargaan Nobel. Bagi kita yang berusia 40 tahun ke atas, tujuan hidup bisa termanifestasi dalam hal-hal yang sangat grounded dan menyentuh hati. Berikut beberapa bentuknya:
1. Hubungan yang Bermakna (Relationships)
Ini adalah fondasi utama. Merawat keluarga, menghabiskan waktu berkualitas dengan cucu, atau menjadi pendukung setia bagi pasangan dan sahabat. Koneksi sosial bukan hanya obat kesepian, tapi nutrisi otak. [Link Internal Ide: Artikel tentang Tips Menjaga Keharmonisan Keluarga atau Parenting untuk Kakek-Nenek]
2. Pekerjaan atau Sukarelawan (Volunteering)
Pensiun dari kantor bukan berarti pensiun dari berkarya. Banyak orang menemukan gairah baru dengan menjadi mentor bagi anak muda, atau terlibat dalam kegiatan sosial di lingkungan RT/RW. Memberi kontribusi pada komunitas membuat kita merasa "dibutuhkan", dan perasaan dibutuhkan itu sangat menyehatkan.
3. Spiritualitas dan Iman
Bagi banyak orang di Indonesia, memperdalam agama, mengikuti pengajian, atau terlibat dalam komunitas berbasis keimanan memberikan ketenangan dan arah hidup yang jelas. Ini adalah bentuk purpose yang sangat kuat. [Link Internal Ide: Artikel tentang Ketenangan Hati atau Meditasi/Spiritual]
4. Hobi dan Pencapaian Pribadi
Mengejar hobi yang dulu tertunda karena sibuk kerja? Sekarang saatnya. Belajar bahasa baru, berkebun, melukis, atau menetapkan target traveling. Mempelajari skill baru (neuroplastisitas) adalah cara terbaik merangsang otak.
5. Membantu Sesama (Altruisme)
Tindakan kebaikan sekecil apapun, filantropi, atau sekadar rutin memberi makan kucing liar di jalanan. Rasa puas setelah berbuat baik melepaskan hormon-hormon bahagia di otak.
-
Ubah idemu jadi aplikasi online siap pakai lebih cepat bersama Emergent
-
Domain, Hosting, Hingga VPS Murah untuk Proyek Anda
-
Berbisnis halal bikin hati tenang. Cek caranya disini!
-
Tingkatkan SEO Website Dengan Ribuan Weblink Bebagai Topik!
-
Sewa Domain, Hosting, dan VPS untuk Proyek Digital Anda!
Obat Gratis vs Obat Mahal: Sebuah Perbandingan Realistis
Ada satu data menarik dari studi ini yang perlu kita sikapi dengan bijak. Peneliti menemukan bahwa orang dengan tujuan hidup tinggi cenderung mengalami penurunan kognitif lebih lambat.
Seberapa lambat? Rata-rata penundaannya sekitar 1,4 bulan selama periode delapan tahun.
Mungkin kamu berpikir, "Yah, cuma 1,4 bulan? Dikit banget."
Tapi tunggu dulu. Nicholas C. Howard, peneliti kesehatan masyarakat di UC Davis, memberikan perspektif yang menarik. Dia membandingkan ini dengan obat-obatan Alzheimer terkini seperti lecanemab dan donanemab. Obat-obatan tersebut memang bisa menunda gejala, tapi harganya selangit dan punya risiko efek samping yang tidak main-main.
"Tujuan hidup itu gratis, aman, dan dapat diakses oleh siapa saja. Ini adalah sesuatu yang bisa dibangun orang melalui hubungan, tujuan, dan aktivitas yang bermakna," kata Howard.
Bayangkan: sebuah "obat" yang gratis, tanpa efek samping, bikin hati senang, dan efeknya sebanding dengan intervensi medis yang mahal. It’s a win-win solution.
Bagaimana Mereka Mengukurnya? (Sedikit Teknis tapi Penting)
Supaya kamu makin yakin ini bukan pseudoscience, mari kita lihat metodenya. Partisipan dalam studi ini adalah bagian dari Health and Retirement Study, sebuah survei nasional yang didanai oleh National Institute on Aging.
Para peneliti menggunakan survei 7 aitem dari Ryff Measures of Psychological Well-being. Partisipan diminta merespons pernyataan seperti:
-
"Saya adalah orang yang aktif dalam menjalankan rencana yang saya tetapkan untuk diri sendiri."
-
"Saya memiliki arah dan tujuan dalam hidup saya."
Skor mereka dirata-rata (skala 1 sampai 6). Semakin tinggi skornya, semakin kuat tujuan hidupnya. Kesehatan kognitif mereka kemudian dilacak lewat tes telepon setiap dua tahun.
Tentu saja, studi ini punya batasan. Peneliti mencatat bahwa ini adalah studi asosiasi, bukan sebab-akibat langsung. Tapi, dengan jumlah sampel 13.000 orang, polanya terlalu kuat untuk diabaikan.
Kita Bisa "Berpikir" untuk Menjadi Lebih Sehat

Gambar: Pasangan lansia sedang berjalan santai di lingkungan yang asri dan hijau, merepresentasikan gaya hidup sehat dan pikiran yang tenang.
Apa yang bisa kita pelajari hari ini? Bahwa kesehatan mental (psychological well-being) memegang peran kunci dalam penuaan yang sehat (healthy aging).
Thomas Wingo, ahli saraf di UC Davis Health, menutup dengan kalimat yang sangat optimis: "Yang menarik dari studi ini adalah orang mungkin bisa 'berpikir' untuk menjadi lebih sehat. Tujuan hidup adalah sesuatu yang bisa kita pupuk. Tidak pernah ada kata terlalu dini—atau terlambat—untuk mulai memikirkan apa yang memberi makna pada hidupmu."
Jadi, untuk kamu yang berusia 40, 50, atau 60 tahun ke atas: Jangan biarkan hari-harimu berjalan autopilot. Temukan satu hal yang membuat matamu berbinar saat bangun pagi.
Entah itu merawat tanaman anggrek kesayangan, mengajar ngaji anak tetangga, atau sekadar bertekad untuk berjalan kaki setiap sore demi kesehatan.
Punya tujuan hidup bukan cuma bikin hati penuh, tapi juga bikin otak utuh.
Referensi:
Nicholas C. Howard, Ekaterina S. Gerasimov, Thomas S. Wingo, Aliza P. Wingo. Life Purpose Lowers Risk for Cognitive Impairment in a United States Population-Based Cohort. The American Journal of Geriatric Psychiatry, 2025; 33 (10): 1021 DOI: 10.1016/j.jagp.2025.05.009
Atribusi Sumber Asli: Artikel ini disadur dan dikembangkan dari publikasi Science Daily tertanggal 28 September 2024 berjudul "Living with purpose may protect your brain from dementia".
Tebejowo.com didukung oleh pembaca. Kami mungkin memperoleh komisi afiliasi ketika Anda membeli melalui tautan di situs web kami. Untuk kolaborasi, sponsorship, hingga kerjasama, bisa menghubungi: 0857-1587-2597.
Ikuti juga kami di Google News untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru dari gawai Anda.


















