Studi Atas 1 Juta Orang Menyimpulkan: Kepercayaan, “Perk” Terpenting di Tempat Kerja
Riset 1 juta orang menunjukkan kepercayaan di tempat kerja adalah kunci kebahagiaan dan engagement karyawan. Pelajari langkah praktis membangun budaya kerja penuh trust.
Bayangkan Anda sudah kasih semuanya ke tim: gaji oke, BPJS beres, ada wellness program, kadang boleh WFH, bahkan sesekali kirim snack ke kantor. Tapi tetap saja, level kebahagiaan karyawan tidak naik signifikan. Mereka datang, kerja, pulang — tapi tidak benar-benar engage.
Ternyata, mungkin ada satu hal yang lebih kuat daripada semua benefit itu: kepercayaan di tempat kerja.
Sebuah meta-analisis yang dipublikasikan tahun 2024 menganalisis 132 studi dengan total lebih dari 1.060.000 responden dari berbagai negara. Kesimpulannya cukup telak: semakin tinggi trust, semakin tinggi pula well-being individu — terutama dalam hal social well-being (kualitas hubungan dan rasa “terhubung” dengan orang lain), disusul psychological well-being, dan sedikit lebih lemah pada physical well-being.
Fast Company dan beberapa media bisnis lain kemudian mengangkat hasil ini lewat artikel yang menyoroti satu pertanyaan sederhana: “Kalau trust ternyata sepenting itu, mengapa masih banyak pemimpin yang nyaris tidak membicarakannya?”
Untuk karyawan, HRD, dan pemilik bisnis, ini bukan sekadar insight riset. Ini adalah reminder keras bahwa fondasi budaya kerja yang sehat bukan cuma soal benefit, tapi rasa aman dan percaya — pada atasan, organisasi, dan rekan kerja.
DAFTAR ISI
- Apa Sebenarnya yang Ditemukan oleh Riset 1 Juta Orang Ini?
- 1. Jadilah Transparan: Bukan Cuma “Good News Only.”
- 2. Jadilah Prediktabel: Konsistensi yang Bikin Tenang
- 3. Berani Memercayai Karyawan: Stop Micromanaging ala Spy
- 4. Bantu Karyawan Saling Memercayai, Bukan Saling Menjatuhkan
- 5. Checklist Singkat untuk HRD dan Pemilik Bisnis
- Trust adalah Perk yang Tidak Bisa Dibeli, Tapi Bisa Dibangun
- Daftar Referensi
Apa Sebenarnya yang Ditemukan oleh Riset 1 Juta Orang Ini?
Tim peneliti yang dipimpin Minxiang Zhao dan Yixuan Li dari Renmin University of China melihat dua jenis kepercayaan utama:
-
Interpersonal trust
Kepercayaan antarindividu: karyawan terhadap rekan kerja, terhadap atasan langsung, terhadap anggota tim. -
Institutional trust
Kepercayaan pada institusi: perusahaan, sistem, aturan main, kebijakan, dan cara organisasi mengambil keputusan.
Dua jenis trust ini persis yang hidup (atau mati) di tempat kerja. Dan hasil riset menunjukkan:
-
Keduanya punya hubungan yang cukup kuat dengan kesejahteraan karyawan.
-
Dampaknya paling besar pada social well-being: rasa punya koneksi, merasa dilibatkan, bukan sekadar “nomor induk karyawan”.
-
Disusul oleh psychological well-being: rasa bermakna, lebih sedikit stres, lebih jarang merasa hampa setiap Senin.
-
Efek ke physical well-being juga ada, walau lebih kecil — masuk akal, karena tubuh sering “ikut sehat” kalau pikiran dan hubungan sosialnya sehat.
Dengan kata lain, kalau Anda ingin:
-
engagement karyawan meningkat,
-
retensi karyawan membaik,
-
dan lingkungan kerja positif yang tidak bikin burnout massal,
maka trust dalam organisasi bukan lagi “nice to have”. Dia adalah core system.
Masalahnya: trust tidak bisa diwajibkan. Anda tidak bisa sekadar bilang, “Mulai hari ini, tolong percaya ya sama manajemen.”
Yang bisa Anda lakukan adalah menciptakan konteks di mana kepercayaan punya ruang tumbuh. Dan di sinilah peran pemimpin, HRD, dan pemilik bisnis diuji.
1. Jadilah Transparan: Bukan Cuma “Good News Only.”

Gambar: Seorang pemimpin berdiri di depan layar presentasi, menjelaskan materi kepada sekelompok karyawan di ruang meeting.
Bersikap adil itu wajib. Tapi untuk membangun kepemimpinan yang dipercaya, keadilan saja tidak cukup. Orang juga perlu tahu apa yang sedang terjadi.
Dalam sebuah survei yang dikutip Fast Company, sekitar setengah karyawan menyebut kurangnya informasi tentang apa yang terjadi di perusahaan sebagai sumber stres terbesar mereka. Fast Company+1
Artinya, bukan cuma keputusan yang buruk yang bikin orang lelah, tapi juga keputusan yang tidak dijelaskan.
Beberapa langkah praktis yang bisa Anda lakukan:
-
Rutin mengomunikasikan arah dan konteks
Bukan cuma “kita mau capai target sekian”, tapi juga “kenapa target ini penting, apa dampaknya ke tim, dan apa risiko yang kita hadapi”.
Ini bisa diwujudkan lewat town hall, email bulanan, atau sesi Q&A ringan dengan tim. -
Jangan sembunyikan kabar buruk sampai meledak
Menunda kabar buruk seringkali hanya membuat gosip lebih cepat daripada fakta.
Karyawan lebih bisa menerima keputusan berat ketika mereka:-
tahu alasan di baliknya,
-
dan merasa diposisikan sebagai orang dewasa, bukan anak kecil yang harus “dijaga dari kebenaran”.
-
-
Berikan akses ke informasi operasional yang relevan
Misalnya dashboard kinerja sederhana, update pipeline proyek, atau prioritas triwulan.
Ini bukan hanya membuat orang merasa dipercaya, tapi juga memperkuat budaya transparansi di organisasi.
Transparansi bukan berarti blak-blakan tanpa filter. Tantangannya justru ada di “transparan tapi tetap bijak” — cukup jujur, cukup sensitif, dan cukup matang.
-
Kembangkan aplikasi online lebih cepat dengan bantuan AI—mulai disini
-
Jasa Pembuatan Website Joomla, Wordpress dan Web Dinamis Lain
-
Jasa Renovasi/Perombakan Tampilan Situs Web Dinamis dan Statis
-
Jasa Pembuatan Aplikasi Smartphone (Gawai) Android OS
2. Jadilah Prediktabel: Konsistensi yang Bikin Tenang
Bertahun-tahun lalu, ada seorang CEO spesialis “turnaround” perusahaan bermasalah yang bilang:
“Karyawan saya tidak boleh menebak-nebak bagaimana saya akan menjawab pertanyaan. Mereka harus sudah bisa mengira jawaban saya sebelum bertanya.”
Caranya? Ia jelaskan dengan sangat jelas apa 3–4 prioritas utamanya, lalu tidak pernah lari dari prioritas itu.
Kita mungkin terhibur mengikuti pemimpin yang sering berubah arah — ala “tokoh besar yang tiap minggu bikin manuver baru”. Tapi, di level tim, orang cenderung lebih percaya pada pemimpin yang:
-
ucapannya tidak berubah-ubah tiap bulan,
-
prioritasnya jelas dan diulang terus,
-
keputusannya konsisten dengan nilai yang ia klaim.
Bagi karyawan, prediktabilitas pemimpin adalah bentuk lain dari rasa aman di tempat kerja.
Beberapa hal praktis yang bisa Anda lakukan:
-
Tuliskan prioritas Anda secara eksplisit
Misalnya:-
Pelayanan pelanggan
-
Kesehatan tim
-
Profitabilitas jangka panjang
Lalu gunakan tiga hal ini sebagai “filter” saat mengambil keputusan.
-
-
Uji konsistensi dengan pertanyaan sederhana
“Kalau saya mengambil keputusan A, apakah orang bisa menghubungkannya dengan prioritas yang sudah saya deklarasikan tadi?”
Kalau jawabannya “tidak jelas”, jangan kaget kalau kepercayaan pelan-pelan turun.
-
Hindari ‘zigzag policy’
Misalnya: minggu ini kampanye flexibility, minggu depan jam kerja diperketat, dua minggu kemudian mulai WFH random tanpa aturan.
Pola seperti ini membuat hubungan antar karyawan dan kepercayaan pada manajemen ikut goyah.
Karyawan tidak menuntut pemimpin yang sempurna. Mereka “hanya” butuh pemimpin yang tidak plin-plan dengan nilai dan prioritas sendiri.
3. Berani Memercayai Karyawan: Stop Micromanaging ala Spy
Sulit berharap karyawan percaya pada Anda kalau di saat yang sama Anda:
-
pakai software untuk memantau setiap keystroke,
-
pasang CCTV di mana-mana hanya untuk cek siapa yang ke toilet berapa kali,
-
atau memeriksa tas karyawan setiap kali pulang.
Sekilas, semua ini terlihat seperti cara melindungi aset perusahaan. Tapi riset menunjukkan organisasi yang lebih percaya pada orangnya justru cenderung berkinerja lebih baik dan punya retensi karyawan yang lebih tinggi.
Masalahnya, kita sering hanya melihat biaya ketika orang tidak jujur, tapi lupa menghitung biaya dari rasa tidak dipercaya:
-
Karyawan hanya akan melakukan “sesuai SOP, tidak lebih satu milimeter”.
-
Mereka enggan mengakui kesalahan, karena takut dihukum.
-
Mereka berhenti membawa ide baru; “Ngapain? Toh pasti dicurigai duluan.”
Contoh sederhana:
Jika karyawan harus diperiksa tasnya setiap kali keluar kantor, mereka mungkin akan berpikir:
“Kalau saya tetap dianggap pencuri potensial, kenapa saya harus punya rasa sayang pada perusahaan ini?”
Lebih parah lagi, beberapa orang justru akan “menantang sistem” dan mencari cara mengakali pemeriksaan itu sendiri.
Hal konkret yang bisa Anda lakukan:
-
Kurangi kontrol yang sifatnya menghukum, ganti dengan kontrol yang mendukung
Alih-alih software keylogger, gunakan sistem pelacakan tugas yang transparan dan disepakati bersama (kanban board, OKR, dsb.). -
Mulai dari default: trust, bukan default: curiga
Misalnya, berikan fleksibilitas jam kerja dengan kejelasan target dan indikator output. Bukan dengan memaksa semua orang online di satu jam yang sama sepanjang hari. -
Perlakukan kesalahan sebagai bahan belajar, bukan bahan upacara penghukuman
Saat orang tahu bahwa kesalahan pertama akan dipakai untuk review proses, bukan mencari kambing hitam, mereka jauh lebih jujur dan lebih engaged.
Cara tercepat merusak trust dalam organisasi adalah dengan memperlakukan semua orang seolah mereka “tersangka” sejak awal.
-
Ubah idemu jadi aplikasi online siap pakai lebih cepat bersama Emergent
-
Domain, Hosting, Hingga VPS Murah untuk Proyek Anda
-
Berbisnis halal bikin hati tenang. Cek caranya disini!
-
Tingkatkan SEO Website Dengan Ribuan Weblink Bebagai Topik!
4. Bantu Karyawan Saling Memercayai, Bukan Saling Menjatuhkan

Gambar: Sekelompok rekan kerja di kantor saling tersenyum dan melakukan high-five, merayakan keberhasilan proyek bersama.
Banyak organisasi tanpa sadar membuat sistem yang justru memecah kepercayaan antar karyawan.
Contohnya:
-
Skema bonus yang membuat orang harus mengalahkan rekan sendiri untuk dapat insentif.
-
Kompetisi internal yang terlalu sering, sehingga yang muncul bukan healthy competition, tapi musuhan halus.
Secara jangka pendek, model seperti ini mungkin meningkatkan angka penjualan atau output. Tapi jangka panjang, Anda sedang menanam:
-
rasa iri,
-
rasa tidak aman,
-
dan budaya “asal saya aman, terserah yang lain”.
Padahal, riset tentang well-being di tempat kerja menunjukkan bahwa hubungan positif dengan rekan kerja adalah salah satu alasan terbesar orang bertahan di sebuah perusahaan, dan salah satu penentu penting kepuasan kerja.
Beberapa langkah yang bisa Anda lakukan sebagai HR atau pemilik bisnis:
-
Desain proyek kolaboratif lintas fungsi
Misalnya menggabungkan tim marketing, HR, dan operasional untuk satu inisiatif strategis.
Biarkan mereka berbagi kredit atas keberhasilan proyek, bukan hanya satu fungsi yang tampil. -
Rayakan keberhasilan sebagai “kerja tim”, bukan hanya “kerja bintang tertentu”
Tidak ada masalah memberi penghargaan individu. Namun, jangan lupa mengakui peran tim yang menopang. -
Ciptakan ruang interaksi di luar tugas formal
Bukan sekadar outbound tahunan, tapi juga:-
sesi sarapan bersama,
-
komunitas hobi kecil,
-
atau kegiatan sosial seperti bakti lingkungan.
-
Semua ini membantu membangun hubungan antar karyawan yang lebih kuat. Dan begitu koneksi itu terbentuk, trust mengalir jauh lebih natural — bukan karena training, tapi karena orang benar-benar saling mengenal.
5. Checklist Singkat untuk HRD dan Pemilik Bisnis
Kalau Anda ingin menguji tingkat kepercayaan di tempat kerja hari ini, coba jawab pertanyaan reflektif ini:
-
Transparansi
-
Seberapa sering Anda menjelaskan “kenapa” di balik keputusan sulit, tidak hanya “apa keputusan yang diambil”?
-
-
Konsistensi
-
Apakah tim Anda bisa menebak bagaimana Anda akan bereaksi terhadap situasi tertentu berdasarkan nilai dan prioritas yang sudah Anda deklarasikan?
-
-
Cara mengontrol
-
Lebih banyak mana: mekanisme kontrol yang sifatnya “mengawasi”, atau sistem yang membantu orang bekerja lebih tenang dan jelas?
-
-
Desain reward dan kompetisi
-
Apakah skema insentif Anda membuat orang berkolaborasi, atau justru saling sikut?
-
-
Ruang relasi manusiawi
-
Apakah organisasi menyediakan ruang aman untuk ngobrol jujur, saling support, dan tumbuh bareng — bukan hanya mengejar KPI?
-
Kalau Anda merasa jawaban-jawaban ini masih banyak yang “belum”, jangan panik. Trust tidak dibangun dengan satu kebijakan heroik. Ia tumbuh dari puluhan keputusan kecil tiap hari.
Mulai saja dari satu langkah:
-
Mungkin lebih jujur tentang kondisi bisnis di rapat berikutnya.
-
Mungkin lebih konsisten dengan prioritas yang sudah Anda tulis sendiri.
-
Mungkin menghapus satu bentuk kontrol yang selama ini diam-diam membuat orang merasa diperlakukan seperti tersangka.
Trust adalah Perk yang Tidak Bisa Dibeli, Tapi Bisa Dibangun
Remote work, gaji kompetitif, fasilitas kece, kursi ergonomis — semua itu penting. Tapi riset 1 juta orang ini mengingatkan kita bahwa kebahagiaan karyawan dan engagement karyawan berdiri di atas sesuatu yang lebih dalam: kepercayaan.
Kepercayaan:
-
membuat orang berani bicara jujur,
-
membuat tim mau saling bantu tanpa hitung-hitungan berlebihan,
-
membuat karyawan bertahan bukan hanya karena “butuh gaji”, tapi karena merasa ini tempat saya bertumbuh.
Sebagai leader, HR, atau pemilik bisnis, Anda mungkin tidak bisa mengontrol semuanya. Tapi Anda selalu bisa memilih untuk:
-
sedikit lebih transparan,
-
sedikit lebih konsisten,
-
sedikit lebih percaya pada orang-orang Anda,
-
dan sedikit lebih serius memfasilitasi hubungan yang sehat di antara mereka.
Dalam jangka pendek, hasilnya mungkin tidak selalu dramatis. Tapi dalam jangka panjang, trust adalah “perk” yang membuat orang memilih bertahan, bekerja lebih dalam, dan tumbuh bersama Anda — bahkan ketika tawaran lain datang mengetuk.
Daftar Referensi
-
Minxiang Zhao, Yixuan Li, et al. “The Relationship Between Trust and Well-Being: A Meta-Analysis,” Journal of Happiness Studies, 2024.
-
E.C. Hennicks, dkk. “Social well-being profiles: associations with trust in managers and colleagues,” Frontiers in Psychology, 2024.
-
Paul J. Zak. “The Neuroscience of Trust,” Harvard Business Review, 2017.
-
A. Marta, dkk. “The Effects of Innovative Work Practices on Employee Health and Happiness,” International Journal of…, 2025.
Atribusi
Artikel ini merupakan adaptasi bebas berbahasa Indonesia dari Minda Zetlin, “A study of 1 million people reveals a key ingredient for happiness that most leaders ignore” Fast Company, 18 November 2025.
Disesuaikan untuk konteks pembaca Indonesia: karyawan, HRD, dan pemilik bisnis.
Tebejowo.com didukung oleh pembaca. Kami mungkin memperoleh komisi afiliasi ketika Anda membeli melalui tautan di situs web kami. Untuk kolaborasi, sponsorship, hingga kerjasama, bisa menghubungi: 0857-1587-2597.
Ikuti juga kami di Google News untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru dari gawai Anda.



















