Menghindari Positivitas Palsu: 5 Cara Hadapi Emosi dengan Bijak
Pelajari bahaya tersembunyi di balik 'good vibes only' dan temukan strategi praktis untuk mengelola emosi secara sehat. Artikel ini mengungkap cara menghindari positivitas palsu dan membangun ketahanan mental yang sejati.
DAFTAR ISI
Apa Itu Positivitas Palsu
Positivitas palsu adalah ketika kita memaksakan sikap positif dalam situasi di mana positivitas tidak muncul secara alami. Jika ini terdengar oke bagi Anda, analogi berikut mungkin dapat membantu Anda melihat bahwa positivitas palsu terkadang bisa merugikan.
Anggaplah positivitas seperti gula—manis dan meningkatkan rasa beberapa makanan hambar, membuatnya terasa lebih menggugah selera. Mayoritas dari kita menyukai kebahagiaan serta sikap, pikiran, dan perasaan positif (Ford & Mauss, 2014), sama seperti banyak dari kita menyukai manisnya gula. Oleh karena itu, tambahan rasa manis pada makanan hambar mirip dengan bagaimana sikap positif dapat membantu kita menghadapi tugas-tugas membosankan dan hambatan sehari-hari.
Namun, beberapa makanan tidak cocok dengan gula. Bahkan, menambahkan gula ke makanan tersebut bisa membuatnya terasa tidak enak. Sebaliknya, makanan ini mungkin membutuhkan secubit garam, sendok cuka, atau bumbu lain agar lebih enak.
Oleh karena itu, sama seperti kita tidak seharusnya mengambil toples gula untuk membumbui setiap hidangan yang disajikan, kita tidak boleh menutupi setiap pengalaman negatif yang disajikan kehidupan kepada kita. Sebaliknya, akan lebih baik jika kita memilih reaksi yang paling tepat.
-
Jasa Pembuatan Aplikasi Smartphone (Gawai) Android OS
-
Jasa Renovasi/Perombakan Tampilan Situs Web Dinamis dan Statis
-
Jasa Pembuatan Website Joomla, Wordpress dan Web Dinamis Lain
Seperti Apa Positivitas Palsu Itu
Positivitas palsu bisa muncul dengan dua cara: Entah orang lain memberikan kesan positif pada pengalaman kita, atau kita melakukannya pada diri sendiri.
Bagaimana orang lain membawa positivitas palsu ke dalam pengalaman emosional kita? Biasanya dimulai dengan gambaran indah atau komentar optimis tentang situasi yang menjengkelkan. Namun upaya positif orang lain ini dapat menciptakan tekanan sosial dan penyangkalan terhadap emosi kita yang sebenarnya.
Berikut beberapa contoh yang menggambarkan bagaimana positivitas palsu bisa mengabaikan perasaan dan pengalaman emosional kita. Dalam beberapa kasus, positivitas palsu membuat kita tetap berada dalam situasi yang menyebabkan reaksi awal kita.
Putusnya hubungan: Khalil membuka diri kepada sahabatnya tentang betapa sedihnya dia atas putusnya hubungan dengan mantan pasangannya, Joe. Sahabatnya berkata, "Bagus juga! Kamu lebih ganteng daripada Joe, kok."
Kehilangan orang tua: Wong telah merawat ibunya, seorang wanita rapuh berusia 80-an tahun, sampai dia kalah dalam pertarungan melawan kanker. Pada saat pemakaman, orang-orang mengatakan kepadanya bahwa ibunya memang sudah tua, dan setidaknya dia tidak perlu merawatnya lagi.
Ketidakpuasan pernikahan: Suami Tatiana selalu merendahkannya di setiap kesempatan dan memperlakukannya seperti pembantu. Ibu Tatiana berpikir Tatiana terlalu berlebihan. "Bisa lebih buruk lagi; dia bisa saja menjadi salah satu pria yang memukuli istrinya," katanya.
Kehilangan pekerjaan: Setelah kehilangan pekerjaannya, Frida menggunakan media sosial untuk berbicara tentang betapa sulitnya menemukan posisi lain yang sesuai dengan keterampilan yang dia miliki. Sebagian besar komentar pada postingannya berisi frasa seperti "semuanya akan baik-baik saja," "tetap positif saja," "kamu pasti bisa," atau "good vibes only!"
-
Tingkatkan SEO Website Dengan Ribuan Weblink Bebagai Topik!
-
Mau Hemat Biaya Transfer Antar Bank dan Isi Saldo e-Wallet?
-
Dapatkan Akun Bersama Berbagai Aplikasi Web Populer Dengan Harga Murah!
Cara Menghindari Positivitas Palsu
Sekarang kita memahami apa itu positivitas palsu dan bagaimana ia muncul dalam hidup kita, kita bisa mengambil langkah-langkah untuk mencegahnya. Berikut beberapa saran untuk membantu Anda menghindari positivitas palsu.
Terima Emosi Anda Meskipun Negatif
Hidup tidak selalu bisa menyenangkan. Tak terelakkan, kita semua mengalami masa-masa kesusahan atau kesulitan. Menerima emosi kita memungkinkan kita untuk belajar bagaimana menghadapi situasi-situasi ini. Penerimaan ini dapat memberikan perubahan yang bermanfaat dalam hidup kita dan membuat kita lebih tangguh secara emosional dalam jangka panjang.
Pijak pada Fakta dan Hindari Pemutarbalikan Positif
Ketika menghadapi situasi yang merugikan, mengabaikan masalah utama atau memberinya kesan positif tidak menyelesaikannya. Bahkan, hal itu mungkin membuat situasi menjadi lebih buruk dengan menghindari penyebabnya.
Misalnya, mengatakan kepada seseorang yang kehilangan pekerjaan bahwa "semuanya akan baik-baik saja pada akhirnya" atau "pekerjaan itu tidak memuaskan juga" tidak menyelesaikan masalah mendesaknya, yaitu mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, atau kebutuhan emosionalnya, yaitu merasa didukung. Positivitas palsu juga tidak menggali alasan di balik kehilangan ini, yang jika dibahas dapat membantu mereka menemukan pekerjaan atau setidaknya memahami mengapa mereka mungkin kesulitan mendapatkan pekerjaan.
Jangan Menghakimi Perasaan Orang Lain
Kecuali kita menghindari semua kontak manusia, kita tidak bisa lari dari mengamati orang lain menderita atau ketika mereka mencoba berbicara kepada kita tentang emosi mereka. Jika seseorang memberi tahu Anda tentang sesuatu yang menjengkelkan, cobalah untuk berempati. Bahkan jika Anda akan bereaksi berbeda dalam situasi yang sama, menghakimi atau mengabaikan reaksi emosional negatif mereka tidak akan menguntungkan siapa pun. Dalam kebanyakan kasus, orang memberi tahu Anda tentang situasi ini karena mereka mempercayai Anda, dan mereka membutuhkan seseorang untuk mendengarkan dan memvalidasi pengalaman mereka untuk membantu mereka memahami situasi mereka dan menyembuhkan.
-
Gap Year With Quran: 1 Tahun Mutqin 30 Juz
-
Healing With Quran: 1 Bulan Bersama Al Quran
-
Pesantren Tahfidz SMP/SMA: 3 Tahun Mutqin 30 Juz
Cari Dukungan yang Tepat
Jika kita menghadapi emosi negatif, berbicara tentang perasaan kita membantu kita untuk sembuh. Namun kita mungkin perlu selektif tentang kepada siapa kita membuka diri.
Terkadang orang-orang terdekat kita tidak memiliki kematangan emosional atau empati untuk memahami apa yang kita alami. Jika demikian, Anda mungkin perlu mempertimbangkan untuk berbicara dengan terapis atau bergabung dengan grup dukungan untuk berbagi pengalaman Anda dengan orang lain dalam situasi serupa.
Berikan Dukungan yang Solid
Ketika seorang teman atau orang yang kita sayangi memberi tahu kita tentang masalah, kebanyakan dari kita mengucapkan kata-kata dukungan tanpa bahkan berpikir apakah kita benar-benar mendukung. Itulah sebabnya banyak dari kita percaya bahwa kita membantu mereka ketika kita mengatakan frasa seperti "semuanya akan baik-baik saja" atau "bisa jauh lebih buruk."
Jadi bagaimana kita bisa mendukung mereka tanpa meniadakan emosi dan pengalaman mereka? Berikut beberapa contoh yang bisa Anda coba:
- Saya mengerti betapa stresnya itu.
- Saya menyesal ini terjadi padamu. Beri tahu saya bagaimana saya bisa membantumu.
- Itu pasti sangat sulit. Apakah ada yang bisa saya lakukan untuk mendukungmu?
Kesimpulan
Terkadang, positivitas palsu mungkin sulit dikenali karena biasanya tersembunyi dalam komentar dan dorongan yang bermaksud baik. Kita dapat menghindari positivitas palsu dengan belajar mengenali tanda-tandanya dan mengembangkan strategi untuk merespons keadaan sulit dengan lebih otentik.
Sumber: Eser Yilmaz, M.S., Ph.D. dan Tchiki Davis, Ph.D. (12 Agustus 2024).
Tebejowo.com didukung oleh pembaca. Kami mungkin memperoleh komisi afiliasi ketika Anda membeli melalui tautan di situs web kami.
Ikuti juga kami di Google News untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru dari gawai Anda.