Skip to main content
Ilustrasi Koper di Bandara

8 Tempat yang Wajib Dikunjungi Setiap Traveler Introvert Setidaknya Sekali Seumur Hidup

Menemukan delapan destinasi yang menenangkan jiwa, menawarkan keindahan, ketenangan, sekaligus ruang untuk mengenal diri sendiri.

 

DAFTAR ISI

Pendahuluan: Perjalanan Bagi Jiwa yang Senyap

Sebagian orang melakukan perjalanan untuk mengejar keramaian. Mereka mencari pesta, adrenalin, dan momen penuh riuh tawa. Namun, bagi seorang introvert, perjalanan memiliki makna yang berbeda. Kita tidak mencari hingar-bingar, melainkan kedamaian. Kita lebih suka menemukan perspektif baru melalui momen hening, di sudut-sudut yang tidak menuntut percakapan panjang.

Bagi penulis, traveling bukan soal berapa banyak destinasi bisa dicentang dalam itinerary. Melainkan seberapa dalam kita bisa terhubung dengan diri sendiri sembari perlahan membuka ruang pada dunia luar.

Karena itu, tempat terbaik untuk seorang introvert sering kali bukanlah kota-kota populer yang masuk daftar “10 besar tujuan wisata dunia.” Justru, tempat-tempat itu biasanya tersembunyi, penuh keheningan, dan tidak menguras energi.

Kalau kamu juga tipe yang senang menjelajah tapi butuh ruang untuk berpikir, istirahat, bahkan menghilang beberapa jam tanpa perlu menjelaskan apa pun—delapan destinasi berikut ini pantas ada di bucket list-mu.


1. Kyoto, Jepang – Kota yang Menghormati Keheningan

01 kyoto japan

Ada nuansa khidmat yang begitu terasa di udara Kyoto.

Bahkan di area yang ramai sekalipun, kota ini seolah punya kontrak sosial tak tertulis: menghormati ketenangan. Orang-orang berbicara dengan suara lembut, tidak ada yang memutar musik keras dari ponsel, dan kereta meluncur dengan anggun, bukan meraung-raung.

Yang paling penulis sukai dari Kyoto adalah transisi halus antara masa lalu dan masa kini. Satu saat kamu duduk menyeruput matcha di rumah teh berusia ratusan tahun, beberapa langkah kemudian kamu sudah berada di hutan bambu yang membungkam pikiran seperti selimut lembut.

Psikolog Laurie Helgoe—penulis buku Introvert Power—pernah mengatakan, “Kesendirian bukanlah ketiadaan energi, melainkan kehadiran energi itu sendiri.” Kyoto mengerti betul hal itu. Kota ini serasa dibangun untuk memberi energi bagi jiwa yang lelah.


2. Isle of Skye, Skotlandia – Di Bawah Langit Murung

02 isle of skye scotland europe nature mountains sky

Langit kelabu, tebing bergerigi, dan domba yang jumlahnya lebih banyak daripada manusia.

Itulah Isle of Skye. Tempat yang liar, terpencil, namun merendahkan hati dalam arti terbaiknya. Penulis pernah menyewa sebuah pondok kecil di tepi pantai untuk seminggu—dan akhirnya menetap dua minggu. Hari-hari berlalu tanpa banyak percakapan, kecuali dengan penjaga toko yang menjual oatcake atau sesama pendaki yang hanya memberi anggukan sopan.

Bentang alam yang dramatis ini seperti mengikis kebisingan dalam kepala, memberi ruang bagi kejernihan. Jika kamu sedang berusaha menjawab pertanyaan besar tentang hidup, atau sekadar ingin berhenti berpura-pura di depan dunia, Skye adalah tempat di mana suara hatimu akhirnya terdengar jelas.

3. Ubud, Bali – Hening di Tengah Hijau

03 ubud bali

Bali memang populer, bahkan terkadang sesak. Tapi Ubud berjalan dengan irama berbeda.

Hutan, pura, yoga, sawah yang tenang—itulah wajah Ubud. Kota kecil ini jadi pusat wellness dan refleksi diri, tanpa energi “pamer” ala influencer yang sering kita bayangkan. Penulis pernah duduk seharian di sebuah kafe tanpa Wi-Fi, hanya menulis jurnal sambil menikmati es teh jahe. Tak ada yang menyuruh kita segera pergi. Tak ada yang meminta kursi kepada kita.

Ubud mengajarkan untuk melembut. Untuk bernapas lebih pelan. Untuk berada bersama diri sendiri tanpa harus melakukan apa pun.

Psikolog Dr. Jenn Hardy pernah berkata, “Introvert berkembang dalam lingkungan yang memberi ruang untuk refleksi, kedalaman, dan makna personal.” Ubud nyaris jadi perwujudan nyata dari kalimat itu.


4. Ljubljana, Slovenia – Kota Kecil yang Bersahabat

04 lake bled slovenia

Bagi penulis, kota kecil selalu jadi tempat yang pas. Ada cukup banyak hal untuk dijelajahi, tapi tidak sampai membuat kepala pusing karena terlalu ramai.

Ljubljana adalah definisi tepat dari itu. Kota mungil yang padat, bisa dijelajahi dengan berjalan kaki, dan menawan tanpa dipenuhi turis berlebihan. Ada kastil, sungai dengan deretan kafe, taman hijau di mana-mana, dan penduduk lokal yang ramah tapi tidak mengganggu—betapa melegakan.

Penulis pernah duduk di bawah pohon willow di Tivoli Park dengan buku dan kue pasar. Tak ada agenda. Hanya sinar matahari, halaman buku, dan hening yang tidak menuntut penjelasan. Sempurna.


5. Ring Road, Islandia – Jalan Tak Berujung

05 Iceland RingRoad

Pernah merasa ingin masuk mobil dan… hanya mengemudi?

Ring Road di Islandia diciptakan untuk itu. Jalur sepanjang 1.300 km ini penuh dengan pemandangan dramatis: gunung berapi, air terjun, gletser, hingga pantai pasir hitam. Kamu bisa berkendara berjam-jam tanpa bertemu siapa pun, lalu berhenti di jalur pendakian di mana suara terkeras hanyalah napasmu sendiri.

Kesunyian di sini tidak terasa sepi. Justru membebaskan. Penulis ingat duduk di sebuah kolam air panas saat gerimis turun, memandang awan, dan berpikir: “Tidak ada seorang pun yang butuh sesuatu dariku saat ini.” Rasanya lega sampai membuat mata berkaca-kaca.

Bagi introvert yang paling pulih saat menyatu dengan alam tanpa tekanan sosial, Islandia akan terasa seperti hadiah.

6. Kepulauan Faroe – Planet yang Lain

06 vagar island faroe islands denmark

Jika Isle of Skye terasa jauh, maka Kepulauan Faroe seperti dunia lain.

Pulau-pulau kecil di antara Islandia dan Norwegia ini dipenuhi kabut, tebing curam, dan jalan yang melingkar seakan digambar penyair murung. Tidak ada banyak hiburan malam, pusat belanja, atau acara terstruktur. Dan memang itulah keindahannya.

Penulismenginap di rumah tamu di mana pemilik hanya meninggalkan roti segar tiap pagi. Ia tidak banyak bicara kecuali kita yang memulainya. Awalnya penulis mengiri itu sikap dingin. Tapi ternyata itu bentuk penghormatan pada keheningan—sebuah nilai langka ketika dunia sering mengagungkan celoteh tiada henti.

Di sini, kamu akan menulis di jurnal, menatap keluar jendela, dan mengingat kembali siapa dirimu tanpa tepuk tangan orang lain.


7. Taman Nasional Banff, Kanada – Hutan, Danau, dan Bintang

07 Banff National Park Canada

Banff memang bukan rahasia lagi, tapi tetap menjadi suaka bagi jiwa introvert.

Datanglah di luar musim ramai, dan kamu akan mendapati jalur pendakian serta danau toska nyaris hanya untuk dirimu sendiri. Ada keajaiban berjalan di hutan pegunungan atau mendayung di atas air tenang, dengan satu-satunya suara berasal dari angin dan burung.

Penulis pernah berkemah di sini hanya dengan setumpuk novel dan termos kopi pekat. Pagi untuk hiking, siang berayun di hammock, malam memandangi bintang. Tak ada sinyal ponsel. Tak ada email. Tak ada basa-basi.

Inilah yang dicari introvert saat traveling: bukan sekadar melarikan diri, melainkan menemukan kembali koneksi dengan diri sendiri.

8. Luang Prabang, Laos – Kota Spiritual yang Tenang

08 luang prabang

Ketika pertama kali mendarat di Luang Prabang, penulis tidak punya banyak ekspektasi. Tapi hanya dalam hitungan jam, penulis tahu: tempat ini sulit ditinggalkan.

Ada ritme spiritual di kehidupan sehari-harinya. Pagi dimulai dengan para biksu yang berjalan mengumpulkan sedekah dalam hening. Siang dihabiskan di kafe tepi Sungai Mekong. Malam hadir dengan lentera bercahaya dan percakapan ringan yang tidak menuntut performa sosial.

Kota kecil ini penuh ketenangan. Penulis menyewa sepeda dan berkeliling tanpa tujuan berhari-hari. Tak ada tekanan untuk “menyelesaikan daftar landmark.” Hanya perjalanan santai, makanan hangat, dan energi napas panjang.

Susan Cain, penulis Quiet, pernah berkata: “Kesendirian itu penting, dan bagi sebagian orang, itu adalah udara yang mereka hirup.” Luang Prabang seakan dibangun sepenuhnya dari prinsip itu.


Penutup: Petualangan yang Tenang

Sebagai introvert, kita bukan berarti menolak petualangan. Kita hanya mendefinisikannya dengan cara berbeda.

Bagi kita, keajaiban perjalanan tidak terletak pada malam penuh kebisingan atau itinerary padat. Melainkan pada pagi yang tenang, pendakian sendirian, kafe di mana tak seorang pun berharap kita banyak bicara. Itu ada pada kebebasan menjadi diri sendiri tanpa penjelasan.

Tempat-tempat yang penulis bagikan ini bukan hanya indah, tapi juga ramah bagi sistem sarafmu. Di dunia yang semakin bising, itu adalah kemewahan langka.

Jadi pergilah. Pilih jalur yang tenang. Dan jangan pernah merasa bersalah karena menginginkan ruang. Itu bukan egois—itu bentuk penghormatan pada diri sendiri.

Dan kamu layak mendapatkannya.

Sumber: Jordan Cooper (3 Agustus 2025)

Tebejowo.com didukung oleh pembaca. Kami mungkin memperoleh komisi afiliasi ketika Anda membeli melalui tautan di situs web kami. Untuk kolaborasi, sponsorship, hingga kerjasama, bisa menghubungi: 0857-1587-2597.

Ikuti juga kami di Google News untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru dari gawai Anda.

 

Wisata Indonesia, introvert