Skip to main content
Wanita Berkerudung Menggunakan Laptop

7 Strategi (Selain Portal Loker) untuk Mendapatkan Kerja di 2025 (2/2)

Bosan dengan rutinitas portal lowongan kerja? Jangan cuma apply—buat mereka yang menghampirimu! Cek 7 strategi jitu untuk mendapatkan pekerjaan tech bergaji tinggi di 2025.

Mari jujur: pasar tech semakin sesak. Setiap hari, persaingan semakin ketat. Baru-baru ini, CEO Meta Mark Zuckerberg membuat heboh dengan pernyataan bahwa engineer IT level menengah bisa segera digantikan oleh agen AI, membuat sebagian besar pekerjaan bergeser ke arah pengambilan keputusan level desain dan otomasi tingkat lanjut. Artinya, permainan sedang berubah, dan sekadar menjadi "cukup bagus" tidak cukup lagi.

DAFTAR ISI

Tantangan lain yang penulis perhatikan adalah jumlah lamaran yang membludak yang diterima perusahaan untuk setiap lowongan.

Contohnya, penulis baru-baru ini harus segera merekrut seseorang untuk sebuah posisi. Yang mengejutkan, penulis menerima lebih dari 2.000 lamaran. Duduk di sisi lain meja untuk pertama kalinya, penulis menyadari bahwa meskipun ada begitu banyak resume dan portofolio yang bagus, penulis harus mempersempit pilihan berdasarkan lebih dari sekadar kualifikasi.

Penulis mulai mencari hal-hal seperti: Apakah mereka memiliki kehadiran sosial yang kuat? Apakah mereka pernah mengerjakan proyek yang benar-benar unik? Apakah mereka menghubungi penulis atau seseorang di perusahaan secara langsung untuk referensi? Apakah penulis pernah bertemu mereka sebelumnya dalam konteks apa pun?

Ketika Portal Loker Tak Sakti Lagi

Pengalaman itu membuat penulis menyadari satu hal: mendaftar ke portal lowongan kerja saja tidak cukup di pasar yang kompetitif ini.

Setelah melakukan riset, berbicara dengan para ahli, dan merefleksikan pengalaman rekrutmen penulis sendiri, penulis telah menyusun daftar tujuh strategi yang dapat membantu kamu menonjol di tengah keramaian.

Kamu tidak perlu mencoba semuanya—pilih satu atau dua di mana kamu benar-benar bisa unggul. Satu usaha yang dieksekusi dengan baik akan selalu bersinar lebih terang daripada pendekatan yang tersebar.

Penulis juga akan berbagi beberapa kisah sukses di antara strategi-strategi ini untuk menunjukkan bahwa ini bukan hanya istilah-istilah fancy atau sesuatu yang mustahil dicapai. Jadi, mari kita mulai.

1 - 4 ...

5. Menciptakan Tools Praktis yang Bermanfaat 🛠️

Kamu pasti pernah dengar ungkapan, "Tindakan berbicara lebih keras daripada kata-kata," dan ini nggak bisa lebih tepat lagi ketika kita bicara soal membangun tools praktis. Tapi sebelum kita bahas lebih jauh, yuk kita perjelas dulu perbedaan penting: apa bedanya antara proyek-proyek untuk CV biasa dengan membangun tools yang beneran bisa dipakai.

Proyek-proyek CV biasanya terdiri dari pekerjaan teoretis, proyek berbasis riset, atau solusi yang mungkin belum sepenuhnya di-deploy atau bisa digunakan. Seringkali berisi ide-ide repetitif yang nggak memecahkan masalah dunia nyata. Sebaliknya, menciptakan tools praktis berarti kamu mengatasi masalah nyata dan menawarkan solusi yang bisa digunakan orang lain. Tools ini nggak perlu berupa ide besar yang mengguncang dunia. Cukup jadi solusi yang dikerjakan dengan baik untuk masalah sehari-hari. Kuncinya adalah eksekusi, bukan seberapa rumit idenya. Dan percayalah, kalau dikerjakan dengan benar, tools ini bisa jadi portofolio yang bisa langsung diinteraksikan oleh recruiter. Mereka bisa melihat skill kamu in action, yang jauh lebih powerful daripada sekadar mencantumkannya di CV.

Misalnya kamu kerja di bidang AI atau software development. Daripada punya proyek yang cuma nongkrong di repo dan nggak ada yang pakai, coba bikin tool yang mengatasi masalah yang beneran dihadapi orang. Contohnya, kamu bisa bikin ekstensi Chrome yang membantu generate balasan email cepat dengan template dasar, atau tool sederhana yang mengotomatisasi pembersihan data. Tools semacam ini menunjukkan bahwa kamu nggak cuma bisa nyusun solusi, tapi juga mengimplementasikannya dengan cara yang bisa actually digunakan orang.

Ketika kamu menciptakan tools ini, kamu memberikan audiens sesuatu yang nyata. Lebih dari sekadar kata-kata di atas kertas. Kamu membuktikan bahwa kamu bisa menghasilkan sesuatu yang fungsional dan berguna.

Contoh real: Hugging Face awalnya cuma proyek sampingan kecil oleh Clément Delangue dan Julien Chaumond, dan lihat sekarang—udah jadi perusahaan bernilai miliaran dolar yang merevolusi NLP. Yang awalnya cuma side project buat para developer, sekarang jadi salah satu platform terdepan di bidang AI. Ini menunjukkan bagaimana bahkan tool paling sederhana pun bisa bikin dampak masif.

Resource berguna:

  • GitHub: Perfect buat hosting kode dan mendapatkan feedback dari developer lain.
  • Heroku / Vercel: Keren buat hosting web app secara gratis, jadi orang bisa berinteraksi dengan tools kamu.
  • Platform Low-code/No-code (Bubble, Adalo): Ideal kalau kamu mau bikin prototype dengan cepat tanpa harus terlalu dalam coding.
  • Stack Overflow & GitHub Discussions: Komunitas ini kece banget buat dapetin feedback dan improve tools kamu.

6. Kontribusi Open Source: Lebih dari Sekadar Angka 🌐

Kalau kamu di ranah tech, kamu pasti udah pernah denger soal kontribusi open source. Tapi gini: banyak orang lebih fokus pada angka, seperti berapa banyak kontribusi yang bisa mereka kumpulkan, tanpa bener-bener memahami esensi dari open source itu sendiri. Sedih rasanya karena beberapa orang memperlakukannya sebagai cara untuk boost profil GitHub mereka, berkontribusi dengan effort minimal cuma demi kontribusi itu sendiri.

Bukan berarti kamu nggak boleh mulai dengan kontribusi yang lebih gampang. Ini cara bagus untuk belajar bagaimana prosesnya. Tapi begitu kamu punya pemahaman yang cukup, targetkan kontribusi yang bermakna yang beneran bikin perbedaan. Prinsip 80/20 berlaku di sini—fokus pada 20% kontribusi yang benar-benar penting, dan percayalah, itu akan punya dampak jauh lebih besar daripada puluhan pull request dangkal. Kalau kamu mau pemahaman lebih dalam tentang maksud gue, gue sangat merekomendasikan baca buku "Eat That Frog".

Faktanya, kontribusi open-source nggak cuma soal pamer coding skills—tapi juga menunjukkan komitmen untuk kolaborasi, problem-solving, dan meningkatkan komunitas. Plus, ini bikin kamu dinotice sama recruiter. Beberapa orang bahkan menonjolkan jumlah bintang yang didapat proyek mereka sebagai bagian dari CV.

Begini cara kamu bisa mulai berkontribusi dengan cara yang berarti:

  • Mulai dari dokumentasi
  • Fix bug kecil
  • Tambahkan fitur
  • Review pull request
  • Bantu di forum komunitas

Contoh inspiratif: Sebastian Raschka berkontribusi pada proyek open-source di awal karirnya, yang membantunya membangun kredibilitas dan akhirnya menerbitkan buku terkenal "Machine Learning with PyTorch and Scikit-Learn". Begitu juga Maxime Labonne, karya open-source-nya tentang LLM post-training membuatnya dikenal di seluruh komunitas AI. Dan jangan lupa roadmap.sh oleh Kamran Ahmed—yang dimulai sebagai proyek sederhana untuk memandu developer melalui berbagai jalur karir tech. Hari ini, itu menjadi repositori ke-7 dengan bintang terbanyak di GitHub dan codebase dengan bintang terbanyak ke-2 secara keseluruhan.

Resource kece:

  • Inisiatif "First Timers Only": Starting point keren buat kontributor open-source baru. Mendorong pemula untuk membuat pull request pertama mereka, sekecil apapun itu.
  • "Good First Issues" GitHub: Tempat joss untuk menemukan masalah ramah-pemula yang bisa kamu bantu.
  • Open Source Guides: Menawarkan resource tentang cara berkontribusi ke open source, termasuk best practices, tips, dan tools.
  • Subreddit Open Source: Tempat mantap bagi kontributor untuk diskusi, berbagi tips, dan mencari proyek open-source untuk terlibat.

7. Kolaborasi dengan Profesor, Peneliti, atau Profesional Industri 👥

Banyak anak tech lebih suka kerja solo, tapi let me tell you, nggak peduli seberapa jago kamu, ini mungkin bukan rute paling helpful ketika kamu lagi nyari kerja. Dan percaya deh, nggak ada yang bakal nyolong ide kamu. Jangan biarkan itu menghalangi—be open to collaboration. Siapa yang kamu ajak kolaborasi benar-benar tergantung pada tujuan jangka panjang kamu—apakah kamu condong ke akademisi, industri, atau riset independen. Lingkungan seperti apa yang paling cocok buat kamu?

Misalnya, kalau kamu lebih fokus ke industri, cari mentor atau profesional terkenal di sektor kamu. Share ide proyek kamu dengan mereka. Kalau mereka nggak bisa berkontribusi langsung, minta mereka untuk jadi mentor kamu. Nama mereka aja udah menambah kredibilitas, dan akan memberi proyek kamu lebih banyak visibilitas. Jangan kunci diri—reach out!

Let me share cerita pribadi: Gue pengen banget ngerjain proyek riset fokus ke deteksi teks yang dibuat AI. Namun, jadwal gue nggak memungkinkan untuk kerja riset formal, dan gue juga nggak punya tim lengkap. Jadi, gue ngehubungi peneliti independen—bukan yang super terkenal tapi punya visi jelas dan tim yang willing untuk menyelesaikan sesuatu. Kami berkolaborasi lewat Cohere for AI, dan guess what? Delapan bulan kemudian, kami sedang menyelesaikan draft untuk paper. Dan gue enjoy banget setiap prosesnya.

Contoh inspiratif: Banyak peneliti di perusahaan seperti Google DeepMind dan OpenAI memulai karir mereka dengan berkolaborasi dengan mentor akademis. Ambil contoh Ian Goodfellow, penemu GANs. Dia memulai perjalanannya dengan bekerja sama dengan profesor-profesornya selama PhD-nya. Karyanya yang groundbreaking membawanya ke posisi di Google Brain dan, kemudian, Apple.

Resource mantap:

 

Sumber: Kanwal Mehreen (26 Februari 2025).

 

Tebejowo.com didukung oleh pembaca. Kami mungkin memperoleh komisi afiliasi ketika Anda membeli melalui tautan di situs web kami.

Ikuti juga kami di Google News untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru dari gawai Anda.

 

bincang karir